Minggu, 03 Mei 2009

EPISTEMOLOGI ISLAM

EPISTEMOLOGI ILMU
A. Pendahuluan
Pengetahuan pada hakekatnya merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang suatu objek tertentu termasuk kedalamnya adalah ilmu. Oleh karena itu, Islam sebagai sebuah ajaran tauhid pada hakekatnya tidak hanya berkaitan dengan konsep teologi, lebih daripada itu, juga meliputi konsep kosmologi, antropologi, aksiologi, dan termasuk di dalamnya adalah epistemology.
Dalam sejarah pemikiran kefilsafatan sejak Yunani kuno hingga dewasa ini, hampir tidak ada kesempatan batasan istilah epistemologi, yang ada hanya batasan-batasan epistimologi. Sebagai pengantar pembahasan epistemologi Islam, perlu kiranya diketengahkan pengertian epistimologi oleh ahlinya.
Pertama; batasan yang dikemukakan oleh W. Black Stone (buku introductory of philosophy, 1971) sebagai berikut, “the area of philosophy which is concerned with nature, source and limitation of knowledge”
Kedua; yang dikemukakan oleh Dagobert Runes (dictionary of philospphy . 1962)the brunch of philoshophy which investigated the origin structure, method and validity of knowledge”.
Dari dua definisi tersebut secara sederhana dapat dirumuskan bahwa epistemologi adalah cabang filsafat yang membahas tentang sumber keilmuan dan terjadinya pengetahuan serta kesahihannya
Lebih lanjur Jujun S. Suriasumantri menambahkan bahwa epistemologi tidak lain adalah metode ilmiah. Dengan kata lain metode ilmiah adalah cara yang dilakukan ilmu dalam menyusun pengetahuan yang benar.




B. Pembahasan
Epistimologi Pengetahuan Sain
Objek Pengetahuan Sain
Objek pengetahuan sain ialah semua objek yang empiris, objek yang berada dalam ruang lingkup pengalaman manusia (indera). Bukti empiris ini diperlukan untuk menguji bukti rasional yang telah dirumuskan dalam hipotesis. Objek yang dapat diteliti oleh sain : alam, tumbuhan, hewan, manusia, serta kejadian-kejadian di sekitar alam.
Cara Memperoleh Pengetahuan Sain
Perkembangan sain didorong oleh paham-paham berikut ini:
Humanisme ialah paham filsafat yang mengajarkan bahwa manusia mampu mengatur dirinya dan alam. Yang tujuanya agar manusia hidup teratur, dan hal ini perlu aturan untuk mengkondisikan alam ini, yaitu akal. Karena, akal dianggap mampu dan akal pada setiap oranng bekerja berdasarkan aturan yang sama. Aturan itu ialah logika alami yang ada pada akal manusia. Maka, humanisme melahirkan rasionalisme
Rasionalisme ialah paham yang mengatkan bahwa akal alat pencari dan pengukur pengetahuan. Diukur dengan akal artinya diuji apakah temuan itu logis atau tidak, dengan akal ala dibuat dan untuk mengatur manusia. Yang berarti kebenaran itu bersumber pada akal. Rasionalisme memunculkan empirisme karena berpikr logis tidak menjamin diperolehnya kebenaran yang disepakati. Empiris paham filsafat yang mengajarkan bahwa yang benar ialah yang logis dan ada bukti empiris. Namun ternyata, empiris hanya menemukan konsep yang bersifat umum (konsep yang belum terukur). Jadi, diperlukan alat lain, yaitu positivisme. Positivisme sudah dapat disetujui untuk memulai upaya membuat aturan unturan manusia dan mengatur alam. Positivisme telah mengajukan hal yang logis dan bikti empiris yang terukur. Namun empirisme masih membutuhkan metode ilmiah, dengan metode ilmiah kita bisa mmebuat aturan. Metode ilmiah secara teknis dan rinci disebut dengan metode riset. Dengan metode riset, akan menghasilkan nilai operasional yang lebih objektif. Urutan dalam proses terwujudanya aturan seperti yang diuraikan diatas, tergambar sebagai berikut:



Humanisme Rasionalisme Empirisme Positivisme Metode Ilmiah Metode Riset .
Ukuran kebenaran Sain
Hipotesis (dalam sain) ialah pernyataan yang sudah benar dan logis, tetapi belum ada bukti empirisnya. Belum atau tidak ada bukti empiris bukan merupakan bukti hipotesis itu salah.
Epistimologi Filsafat
Obyek Filsafat
Tujuan berfilasafat ialah mencari kebenaran yang sebenaarnnya, yang teerdaalm. Jika hasil penelitiaan itu disusun maka itulah yang disebut sistemaatika filsafat.sistematika filsafat meliputi : ontologi, epistemology dan aksiologi.
Obyek penelitian filsafat lebih luas dari pada obyek penelitian sains. Sains hanya meneliti obyek yang ada, sedangkan filsafat meneliti obyek yang ada dan mungkin ada. Sains meneliti obyek-obyek yang ada dan empiris, yang ada tetapi abstrak (tidak empiris). Sedangkan filsafat meneliti obyek yang ada tetapi abstrak, adapun yang mungkin ada sudah jelas abstrak.
Cara memperoleh pengetahuan filsafat
Filosof harus membicarakan (mempertanggung jawabkan) cara memperoleh pengetahuan filsafat. Yang menyebabkan kita hormat kepada para filosof antara lain karena ketelitian mereka, sebelum mencari pengetahuan membicarakan lebih dahulu mempertanggung jawabkan cara memperoleh pengetahuan tersebut.
Bagaimaana Manusia memperoleh filsafat?dengan bberfikkir seccaraa mendalam, tentang sesuatu yang abstrak. Mungkin juga obyek pemikirranyyaa sesuaatu yang kongkkrrett, tetapi yang hendak diketahuinyya iallah bbaggian ddiballik obyek yang konngkkret itu.
Secaara mendalam artinya iia henndak mengetahui bagian yang abbstrak sesuatu itu, ia ingin mengetahui sedalaam-dalaamya. Kapaan pengetahuan itu dikatakaann menndaalmm? Ketika ia berhennti sampai tannda tannya. Tidak dapaat maju laagi, disitulah orang brhenti, dan ia ttidak mengetahui secarra menndalla.menndalaam bagi seseorang belum tentu mendalaamm baggi oranng lain.
Jika kita ingin mengetahui sesuatu yang tidkk empiric, apaa yang kkita gunakan ? jawabbnyya tenntu akaall. Apapun kelemhan akal, bahkan sekalipun akal dapat diragukan kebenarannya, toh akal masih dapaat menghasilkan aapaa yang disebut filsafat.
Ukuran kebenaran pengetahuan filsafat
Pengetahhuan filsafat ialah pengetahuan yang logis tidak empiris. Pernyataan ini menjelaaskan bahwa ukuran kebenaran filsafat ialah loggis dan tidaknuya. Bila pengetahuan itu logis,maka pengetahhuan itu benar. Akan tetapi bila pengetahuan tidak logis, maakaa salah.
Ukuran logis dan tidaknya tersebut, akan terlihat pada argument yang menghasilkan kesimpulan teori itu. Fungsi argument dalam filsafat sangatlah ppentinng, sama denngan fungsi data pada pengetahua sain.argumen itu menjadi satu kesatuan dengan konklusi. Karena argument itu menjadi satu kesatuan dengan konklusi maaka boleh juga diterima pendapat yang mengatakan bahwa filsafat itu argument.
Epistimologi pengetahuan mistik
Manusia ingin tahu apa rasa garam. Ia cicipi, tahulah ia garam rasanya asin. Ini pengetahuan empiris. Manusia ingin tahu, mengapa garam rasanya asin. Ia berpikir, ia temukan bahwa karena ada hokum yang mengatur sehingga garam berasa asin. Ini ppengetahuan rasional. Inilah pengetahuan filsafat. Manusia ingin tahu juga siapa yang membuat garam berasa asin. Ia temukan Tuhan. Ini masih pengetahuan filsafat. Menusia juga ingin tahu Tuhan itu siapa, seperti apa, ini adalah objek suprarasional abstrak. Jawaban terhadap pertanyaan ini adalah pengetahuan mistik.
Pengetahuan mistik ialah pengetahuan yang diperoleh tidak melalui indra dan bukan melalui rasio. Pengetahuan ini diperoleh melalui rasa, melalui hati sebagai alat merasa. Indra dan rasio adalah alat mengetahui yang dimiliki manusia, maka rasa atau hati juga adalah alat mengetahui yang dipunyai manusia.
Objek pengetahuan mistik
Yang menjadi objek pengetahuan mistik ialah objek yang abstrak suprarasional, seperti Tuhan, malaikat, alam gaib dan lain-lain. Termasuk objek yang hanya dapat diketahui melalui pengetahuan mistik ialah objek-objek yang tidak dapat dipahami oleh rasio seperti penggunaan jin, santet dan sebagainya.
Cara memperoleh pengetahuan mistik
Pengetahuan mistik dapat diperoleh melalui rasa. Immanuel Kant mengetakan itu melalui moral, ada juga yang mengatakan melalui insting, Al-Ghazali mengatakan melalui qalbu.
Pada umumnya, cara memperoleh pengetahuan mistik adalah latihan yang juga disebut riyadhah. Dari riyadah itu manusia memperoleh pencerahan, memperoleh pengetahuan yang dalam tasawuf disebut makrifat.
Ukuran kebenaran pengetahuan mistik
Kebenaran pengetahuan mistik diukur dengan berbagai ukuran. Bila pengetahuan mistik itu berasal dari Tuhan, maka ukurannya ialah teks Tuhan. Tatkala Tuhan Mengatakan dalam Al-Qur’an bahwa surga dan neraka itu ada, maka teks itulah yang menjadi bukti bahwa pernyataan itu benar. Ada kalanya ukuran kebenaran pengetahuan mistik itu kepercayaan. Jadi, sesuatu dianggap benar karena kita mempercayainya. Ada kalanya kebenaran suatu teori dalam pengetahuan mistik diukur dengan bukti empiris. Dalam hal ini bukti empiris itulah ukuran kebenarannya.

Pengetahuan Manusia
Pengetahuan Objek Paradigma Metode Kriteria
SAIN


FILSAFAT


MISTIK Empiris


Abstrak-rasional

Abstrak-suprarasional Sain

Rasional


Mistik Metode ilmiah


Metode rasional

Latihan, percaya Rasional-empiris

Rasional


Rasa, iman, logis, kadang empiris

Antra filsafat, ilmu dan agama.
Antara filsafat dan ilmu memiliki tujuan yang sama, yaitu mencari kebenaran. Dari aspek sumber, filsafat dan ilmu memiliki sumber yang sama, yaitu akal atau rasio. Karen akal manusia terbatas, yang tak mampu menjawab metafisik, maka kebenaran ilmu dan filsafat dianggap relative, nisbi. Sementara agama bersumber dari wahyu, yang kebenarannya dianggap absolute, mutlak. Dari segi objek, filsafat memilki objek yang lebih luas dari ilmu. Jika ilmu hanya menjangkau wilayah fisik (alam dan manusia), maka filsafat menjangkau wilayah fisik, maupun metafisik (tuhan, alam, dan manusia). Tetapi jangkauan wilayah metafisik filsafat (sesuai wataknya yang rasional-spekulatif) membuatnya tidak absolute kebenarannya. Semantra agama (baca: agama wahyu)dengan ajaran-ajaran kitab suci Tuhan, diyakini sebagai memeilki kebenaran mutlak. Agama dimulai dari percaya (iman), sementara filsafat dan ilmu dimulai dari keraguan.
Secara rinci Franz Magnis Suseno, menjelaskan bahwa filsafat membantu agama dlam empat hal: pertama, filsafat dapat menginterpretasikan teks-teks secara objektif. Kedua, filsafat membantu metode-metode pemikiran bagi teologi. Tiga, filsafat membantu agama dalam menghadapi problema dan tantangan zaman, ex: IPTEK dengan Agama. Empat, filsafat membantu agam dalam menghadapi tantangn ideologi-deologi baru.
Ukuran Kebenaran
Berpikir merupakan suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan yang benar. Apa yang disebut benar bagi seseorang belum tentu benar bago orang lain. Karena itu, kegiatan berfiir adalah usahauntuk menghasilkan pengetahuan yang benar . pada setiap jenis pengetahuan tidak sama criteria kebenarannya karena sifat dan watak pengetahuan itu berbedapengetahuan tentang alam metafisika tentunya tidak sama dengan pengetahuan tentang alam fisik. Alam fisik pun memiliki perbedaan ukuran kebenaran begi setiap jenis dan bidang pengetahuan.
Problem kebenaran, memacu tumbuh dan berkembanngnya epistimologi. Telaah epistimologi terhadap kebenaran memebawa kepada suatu kesimpulan bahwa perlu dibedakan adanya tiga jenis kebenaran, yaitu kebenaran epistimologi, ontologis, dan aksiologi.
Adapun kebenaran epistimologi adalah kebenaran yang berhubungan dengan pengetahuan manusia. Paling tidak terdapat tiga teori tentang ukuran kebenaran, yaitu korespondensi, koherensi, dan pragmatisme (fungsional). Yang didalamnya terdapat perbedaan paradigma yang cukup kental dari teori-teori tersebut, antara lain sebagai berikut:
Teori koherensi lebih mendasarkan diri pada kebenaran rasio, teori korespondensi lebih mendasari diri pada kebenaran factual, Karena data dan fakta memiliki kebenaran objektif pada dirinya, sedangkan kebenaran fungsional lebih menitik beratlan pada fungsi dan kegunaan kebenaran itu sendiri. Meskipun terdapat perbedaan pendapat yang cukup kental, tiga teori tersebut juga terdapat persamaan, bahwa seluruh teori tersebut melibatkan logika (formal dan informal) dan pengalaman. Untuk lebih jelasnya tentang teori-teori kebenaran akan dijelaskan sebagai berikut:
1. Teori Koherensi
Teori ini pertama kali dirumuskan oleh Protagoras, dan kembangkan oleh Hegel pada abad ke-19. diikuti oleh pengikut mazhab idealisme, seperti filsuf Britania F. M Bradley. Secara sederhana, teori ini menyatakan ‘ suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya dinggap benar. Pada prinsipnya, teori ini menggunakan metode deduksi yang tingkat kebenarannya adalah kuat atau lebih meyakinkan. Dengan kata lain, suatu teori dianggap benar apabila tahan uji (testable)
2. Teori Korespondensi
Teori ini dirumuskan Aristoteles, yang kemudian dilanjutkan oleh Betrand Rusel (1872-1970 M). Dianut oleh mazhab realisme dan materialisme, nilai kebenaran menurut korespondensi, adanya kesesuaian antara pernyataan tentang fakta dengan situasi yang dilukiskan. Mengenai teori ini dapat disimpulkan menjadi dua hal, yaitu pernyataan dan kenyataan yang berkesesuaian. Teori koherensi dan korespondensi menggunakan cara berfikir ilmiah. Penalaran teoritis yang berdasarkan logika deduktif jelas memepergunakan teori koherenasi. Sedangkan pembuktian secara empiris dalam bentuk pengumpulan fakta-fakta yang mendukung suatu pernyataan tertentu digunakan teori pragmatisme.
3. Teori Pragmatis
Pragmatis biasa disebut dengan filsafat praktis atau filsafat alikasi parktis. Asal mula penamaan filsafat ini adalah oleh filsuf Amerika Charles Sanders Peire (1839-1914 M). yang kemudian diekembangkan oleh John Dewey (1858-1952 M). John Dewey berpendapat bahwa segala sesuatu selalu bergerak dan tidak ada yang tetap. Berfikir adalah alat untuk bertindak, sedang pengertian lahir dari pengalaman dan kebenarannya dapat dililhat dari hasilnya.
Filsatat pragmatisme ini bukan barang baru yang terputus dari historisitas masa lalu. Ilmuan paling muashur dari filsafat ini adalah William James, yang menyebutkan dalam salah satu bukunya bahwa filsafat pragmatisme adalah nama baru untuk cara berfikir lama. Aliaran ini menekankan pada praktik dalam mengadakan pembuktian dari sesuatu hal yang dapat dilihat dari tindakannya yang praktis atau dari segi kegunaan. Menurut pragmatisme, berfikir itu mengabdi pada tindakan dan tugas pikir untuk bertindak. Hal ini mengakibatkan tindakan-tindakan menjadi criteria berfikir dan kegunaan. Dengan kata lain, hasil dari tindakan menjadis suatu kebenaran.
Bagi seorang pragmatis, nilai kebenaran, diukur dengan criteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional (mempunyai kegunaan dalam kehidupan manusia) dalam kehidupan praktis. Pragmatisme bukanlah suatu aliran yang memepunyai doktrin-doktrin filsafat melainkan toeri dalam penentuan criteria kebenaran. Kaum pragmatis berpaling kepada metode ilmiah sebagai metode untuk mencari penegtahuan tentang alam ini yang dianggapanya fungsional dan berguna dalam menafsirkan gejala-gejala alamiah. Criteria pragmatisme juga digunakan oleh ilmuwan dalam menentukan kebenaran ilmiah dilihat dalam prespektif waktu. Secara histories pernyaan ilmiah yang sekarang dianggap benar suatu waktu mungkin tidak lagi demikian. Seperti pendapat di kalangan ahli-ahlil fisika, bahwa teori tentang apartikel takkan berumur lebih dari empat tahun.
DAFTAR PUSTAKA

Achmad Mudlor, Filsafat Ilmu Pengetahuan (Surabaya: Rayyan al-Baihaqi Press, 2004) Ahmad Tafsir, Filsafat Ilmu, (Bandung: Rosdakarya, 2006)

Ali Anwar dan Tono, TP, Ilmu Perbandingan Agama-Agama dan Filsafat, (Bandung: Pustaka Setia, 2005)

Amsal Bakhtiar, Filsafat ILmu, (Jakarta: Grafindo Persada, 2007)
Cecep Sumarna, Filsafat Ilmu: Dari Hakikat Menuju NIlai, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2006)

Fuad Farid Isma’il dan Abdul Hamid Mutawalli, Cepat Menguasai ILmu Filsafat, (Yogyakarta: IRCiSoD, 2003)

Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996)

Miska Muhammad Amien, Epistemologi Islam (Jakarta: UI-Press, 1982)
Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban (Jakarta: Paramadina, 1992)
Suparlan Suhartono, Sejarah Pemikiran Filsafat Modern,(Jogyakarat: Ar-Ruzz, 2005)

2 komentar:

  1. Trekz Titanium's Premium Solo Ear Packages with - Titsanium
    Trekz Titanium's Premium Solo titanium nitride gun coating Ear Packages with Plug-and-Play Microphone are fitted burnt titanium with a titanium ring for men premium-grade titanium alloy pair of titanium trim hair cutter stylish earplugs for an unbeatable value

    BalasHapus